Jauh
lebih indah memandangimu dibalik remang-remang gelapnya cahaya lampu saat itu, dibanding
memandangi mereka yang sedang berlakon diatas pentas itu. Mereka sedang
menampilkan seni semantara dirimu juga adalah seni yang baru kutemukan. Dirimu seni
baru yang ingin kupelajari dan kukenali lebih jauh. Bagimu, ini kali pertama
dirimu mengenali seni, dan ini begitu indah bagimu. Begitu pula bagiku, kau
adalah seni terindah yang tuhan ciptakan. Seni yang sedang kucoba untuk
mengikuti lekukan hidup di hari-harimu.
Saat
semua ini tertulis, kau menanyakan diriku lagi ngapain?
Perlukah
kusampaikan bahwa aku sedang menuliskan sebuah seni mengenai dirimu. Seni yang
ingin kuselami lebih jauh, lebih dekat. Seperti aku menguasai seni-seni dari
tiap ketikan jari tangan ini.
Ah,
sudahlah.
Kau
tak perlu untuk mengetahui ini. Seperti kata pikiranku saat ini, bahwa dikisah
ini tidak ada kata “kita” karena disini hanya ada aku dan tuhan yang mengetahui
semua rasa dihati ini. Biarlah begitu, dan tetap lah begitu.
Karena..
Pandangan
mata-mata mereka terlalu tajam, mereka ada dimana-mana. Mulut mereka banyak,
omongan mereka menusuk tiap relung hati ini. Nama baikmu, nama baikku. Bahkan nama
baikmu lebih dari nama baikku sendiri. Disini aku mulai menyadari, dimana saat
hati tak bisa diikuti. Karena pikiran menguasai langkah. Disaat hati harus
mundur dari kerasnya logika yang berputar.
Posisi
mu, dan dimana posisiku?
Kamu
siapa? Kamu saat ini, ataupun nanti?
Ya,
cita-cita, keinginan, hasrat dan harapan kamu, mereka, sementara aku?
Entahlah,
apapun itu.
Langkahmu
segala untaian dalam doaku. Mungkin hanya lewat doa, aku dapat seakan
memperhatikanmu, menyentuhmu dan memelukmu lewat doa. Dimana tidak akan ada
sepasang bola mata pun yang melihat di balik remang cahaya.
Aku
akan tetap jadi diriku, tetapi aku tau langkahku. Dan prosesmu akan kujadikan
penantian dari semua ini. Sementara dirimu berproses, maka sementara itu juga
aku memantaskan diri bagimu.
Tenanglah,
Selama
itu pula. Senyuman dan dukungan ku ini akan terlukis menemani tiap langkah mu mendaki
tangga-tangga itu. Saat kau harus merangkak menaiki nya maka saat itu aku ada
untuk menopangmu, saat kau terjatuh akan ada tangan ini yang akan mengulurkan
genggaman untukmu, saat kau sedang tertatih percayalah aku siap ada bersamamu
saat itu melangkah di tiap hentakan kaki kita yang semakin berat.
Doa
ku bagimu,
Aku
tak melepas rasa saat ini, tapi aku mengatur rasa. Biarlah, saat ini kita
berperan. Bukankah kita berada dipanggung sandiwara. Dimana aku dan kamu sedang
berlakon dan mereka sebagai figuran. Haha. Kita berakting didepan mereka dan
bahkan dibalik mereka. Sampai kita tak sadar, dimana rasa kita semakin memahami
permainan ini. Menikmati tiap durasinya untuk maju dan mundur. Musiknya yang
mengalun naik dan turun memainkan perasaan. Hingga sampai klimaks dari
permainan seni ini.
Seni
itu indah, dan tuhan adalah seorang designer yang hebat.
Dia
menciptakan seni. Dirimulah seni itu bagiku. Seni-seni melalui senyum itu yang
sangat indah kupandang dibalik cahaya remang gelap lampu.
Tawamu.
Semua ceritamu, suaramu. Suaramu, lantunan alunan terindah yang ingin selalu
kudengar. Tetaplah seperti itu, wajah itu ingin selalu kulihat dengan lukisan
senyum mu. Dengan tatapan yang melukiskan sejuta rahasia seni yang harus
kuselami jauh kedalamnya.
Jadilah
dirimu dengan sejuta targetmu. Namun tetap bagiku, jadi apapun kamu saat dulu,
saat ini dan nanti. Kau tetap lah dirimu. Dirimu seni yang ingin kupelajari. (dn)
Komentar